![]() |
Foto: Christ Wibowo
Silmi Sabila (kiri) semringah saat diwawancarai Wicaksono Tri (kanan) di
Sekretariat 8EH Radio, ITB, Jum'at (31/3/2017).
|
Dahulu, kehidupan kampus bisa jadi sangat berbeda bila
dibandingkan dengan kehidupan kampus zaman sekarang. Mahasiswa era Orde Lama
dan Orde Baru terkenal dengan gayanya sebagai pemberontak; orang-orang terdepan
yang mengkritisi kebijakan pemerintah dan tak sungkan dengan segala risikonya.
Pada saat itu, belum ada media berteknologi mutakhir seperti televisi. Radio
menjadi salah satu media terdepan dan dianggap paling efektif untuk wadah
mahasiswa berekspresi.
Tak terkecuali 8EH, sebuah radio kampus Institut Teknologi Bandung yang didirikan
tahun 1963 memiliki banyak sejarah bagi pergerakan mahasiswa saat itu.
Sampai-sampai, 8EH harus vakum karena
mendapat banyak kecaman lantaran menjadi satu-satunya radio yang membacakan
buku putih Soeharto. Dua dekade berselang, 8EH
kembali mengudara di awal abad 21. Jarak vakum yang begitu panjang membuat
adanya perbedaan dari radio ini di zaman sekarang.
Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Padjadjaran Wicaksono Tri Kurniawan dengan ditemani
fotografer Christ Wibowo Utomo berkesempatan mewawancarai mantan General Manager (GM) 8EH Radio ITB periode 2016-2017 Silmi
Sabila di sekretariat 8EH Radio ITB,
Jl. Ganesha, Bandung pada Jumat (31/3/2017). Selain menceritakan 8EH secara mendalam, ia juga turut mengungkapkan
pandangannya terhadap radio kampus. “Sudah seharusnya radio kampus itu gak apatis terhadap isu-isu pemberitaan
yang ada,” ungkap Silmi.
Perbedaan 8EH dengan radio kampus lainnya?
Tidak terlalu ada perbedaan yang
signifikan, pada dasarnya kami sama dengan radio komunitas di berbagai kampus
lainnya di Bandung. Hanya saja, satu-satunya yang bisa dikatakan menjadi
pembeda adalah soal sejarahnya. Kami (8EH) sudah ada sejak tahun 1960an.
Kemudian, karena di sini basicnya
adalah teknik, saat awal berdirinya pun para mahasiswa ITB jurusan Elektro
membuat sendiri pemancar radio ini sebagai tugas akhir.
Karakteristik pendengar anak ITB apakah
berbeda dari tiap tahunnya atau selalu sama?
Karena memang pada dasarnya
mahasiswa itu anak muda yang selera semua orangnya bisa dipukul rata. Entah
mereka datang dan berasal dari kampus manapun. Jadinya tidak terlalu ada
perbedaan setiap tahunnya, karena anak muda sudah memiliki ciri khas tersendiri
secara umum.
Lalu, bagaimana karakteristik
pendengar anak ITB?
Sebenarnya, saya tidak bisa
menggeneralisasi satu karakteristik anak ITB sebagai pendengar kami. Hal
tersebut dikarenakan setiap program yang ada di 8EH pasti memiliki
karakteristik rinci pendengarnya yang berbeda-beda. Secara umum, anak ITB
cenderung tertarik dengan hal-hal yang berbau kampus. Secara tidak langsung ini
memudahkan 8EH berjalan sebagai corongnya media kampus. Tapi, bukan berarti
tema konten lainnya tidak disukai oleh pendengar. Go Community misalnya, program yang mengundang berbagai komunitas
di Bandung dan Jamgasm, program musik
komunitas ini juga tetap jadi program-program yang ditunggu pendengar (tak
hanya dari anak ITB).
Saya menangkap poin dimana
8EH fokus pada bidang edukasi dan
hiburan. Bila dibandingkan, lebih unggul mana?
Sebetulnya saya rasa kedua bidang
itu (edukasi dan hiburan) sudah seimbang. Hal tersebut dibuktikan dengan
program-program yang kami punya. Selain tadi disebutkan ada Jamgasm yang membahas musik atau Go Community tentang komunitas, kami
juga mempunyai beberapa program yang berfokus di bidang edukasi. Contohnya
seperti Techno Chill yang membahas
perkembangan teknologi, Farmasi on Air dimana
kami bekerja sama dengan anak Farmasi ITB untuk menyiarkan konten tentang dunia
farmasi.
Tantangan atau halangan 8EH sebagai radio kampus?
Saya melihat zaman ini teknologi
sangat pesat berkembang. Mulai dari alatnya sampai ke ranah medianya (platform) sendiri. Dengan cepat sekarang
kita bisa menemukan banyak media baru seperti YouTube, Soundcloud, Spotify, audio podcast, dan lainnya. Hal inilah yang jelas menjadi tantangan
bagi kami selaku penggiat dunia radio. Kami harus memutar otak bagaimana
caranya agar banyak mahasiswa kembali mau mendengarkan radio.
Adakah tantangan atau halangan
dari segi teknisnya?
8EH adalah radio kampus ITB yang
memiliki jaringan frekuensi di 107.9 FM dan online
streaming. Namun, untuk saat ini kami hanya bersiaran di online streaming. Tentu, hanya mengudara
di streaming membuat kami harus
mengeluarkan lebih banyak effort
untuk menarik banyak pendengar.
Lantas, mengapa usaha yang
dikeluarkan harus lebih banyak untuk siaran daring?
Tidak bisa dipungkiri kalau anak
muda (mahasiswa) lebih menyukai hal yang praktis. Ketika kami dari awalnya ada
di dua jaringan (frekuensi dan onlinestreaming)
dan kini hanya streaming, ini menjadi
sebuah halangan. Streaming cenderung
tidak praktis, tidak seperti frekuensi dimana kita tinggal menyalakan radio.
Untuk bisa streaming, butuh gadget/laptop, kemudian koneksi, dan masuk ke website atau aplikasi. Tentu mahasiswa yang rela streaming jumlahnya tidak sebanyak yang
mendengarkan lewat frekuensi.
Apa yang terjadi pada jaringan
frekuensi 8EH?
8EH sedang tidak mengudara di
jaringan frekuensi karena pemancar kami sudah lama rusak dan belum diperbaiki
hingga sekarang.
Tidak ada reaksi 8EH kepada kampusterhadap lamanya pemancar yang
rusak?
Kami sudah sempat meminta dana
kepada pihak kampus, dan beberapa waktu yang lalu sebenarnya pemancar sudah
sempat diperbaiki. Tinggal beberapa komponen saja yang belum diperbaiki.
Apakah 8EH sendiri sudah
difasilitasi dengan baik oleh kampus?
Lumayan, karena sistem di ITB
apabila hendak mengajukan dana ke Lembaga Kemahasiswaan dan mengikuti
prosedurnya dengan baik, selebihnya bakal baik pula. Kendalanya adalah susah
untuk memperbaiki fasilitas.
Bergantungkah 8EH terhadap Lembaga Kemahasiswaan?
8EH
tidak terlalu berharap dana kepada Lembaga Kemahasiswaan, karena kadang dana
yang diberikan pun tidak sesuai harapan, bahkan tidak dikasih sekalipun.
Itu artinya 8EH sudah bisa mencukupi dananya sendiri?
Untuk urusan operasional sendiri 8EH tidak butuh banyak, paling hanya
soal maintenance saja yang menjadi
pengecualian. Dalam hal mencari dana sendiri, kami biasanya melakukan dana
usaha (danus) dan didapatkan dari uang kas.
Pernah ada masalah terkait
pendanaan di 8EH?
Pernah, terjadi di periode sebelum
saya (2015-2016). Di akhir periode tersebut terjadi kesalahpahaman dimana 8EH tidak terdaftar sebagai unit
kegaiatan mahasiswa di periode berikutnya. Alhasil di periode berikutnya itu
yang jadi periode saya menjabat, otomatis tidak ada sepeser pun dana yang
diberikan.
Apa yang mendasari Anda setahun
lalu mencalonkan sebagai GM?
Saya sendiri sudah berada di 8EH sejak semester satu dan sekarang
sudah menginjak semester delapan. Hal yang mendasari saya ingin menjadi GM
karena ingin mencari pengalaman dan tantangan yang baru. Saya merasa bahwa 8EH adalah radio yang tepat untuk
mengembangkan kemampuan saya karena di sini banyak sekali potensinya.
Apakah latar belakang keluarga
memengaruhi Anda bisa menjadi GM?
Tidak sama sekali haha. Tidak hanya
soal GM, hal yang membuat saya masuk di radio ini karena kecintaan saya
terhadap musik. Hal yang membuat saya tergiur masuk ke 8EH karena pada saat itu melihat poster promosinya yang menampilkan
informasi bahwa Iwan Fals pada awal karirnya di medio ’80-an pernah siaran dan
rekaman di 8EH. Pada saat itu pula
saya langsung mengulik musik Indonesia dan jatuh cinta terhadap dunia musik
hingga kini.
Bagaimana sistem pemilihan GM di 8EH?
General
Manager di 8EH dipilih setiap
periode kepengerusan satu tahun. Kru (anggota) 8EH yang berhak adalah minimal mahaiswa semester tiga. Akan ada tim
panitia pemilih yang dibentuk, dan calon-calonnya dipilih berdasarkan voting.
8EH sudah lama berdiri, apakah
sudah menjadimagnet bagi calon mahasiswa ITB?
Kami tidak berani untuk bilang
bahwa 8EH sudah menjadi magnet
tersendiri bagi ITB haha. Lagipula, kami pun belum melakukan survei yang
mendalam tentang itu. Bagi mahasiswa baru, mungkin iya. Tapi untuk secara umum,
belum.
Dengan sudah lamanya berdiri dan
nama yang dimiliki, apakah 8EH sudah
selevel dengan radio swasta di Bandung?
Walaupun 8EH sudah lama berdiri sejak tahun 1963, tapi di awal dekade 1980, 8EH sempat vakum sampai akhirnya kembali
mengudara di awal abad 21. Tapi, dengan begitu bukannya 8EH tidak berkontribusi besar. Pada masa tersebut, bisa dibilang 8EH menjadi corongnya pergerakan
mahasiswa dengan banyak mengkritik pemerintah, sampai yang paling terkenal
adalah 8EH menjadi satu-satunya radio
yang berani membacakan buku putih. Hal tersebut lah yang membuat 8EH dikenal banyak orang dan mempunyai
nama. Ketika 8EH kembali mengudara
pada awal 2000, konten yang dihadirkan tidak lagi sebagai pergerakan mahasiswa
yang mengkritik pemerintah, karena zaman pun sudah berubah. Jadinya, bisa
dibilang nama 8EH sekarang sudah
tidak sebesar yang dulu.
Peran 8EH bagi ITB setelah masa
vakum?
Untuk sekarang (pada masa 8EH setelah vakum), peran yang 8EH berikan paling hanya memberitakan
isu-isu kampus saja.
Pandangan Anda terhadap
radio-radio kampus lainnya di Bandung?
Semuanya keren-keren. Saya ambil
dua contoh radio kampus lain saja yang lebih mencolok. Universitas Parahyangan
dengan radionya URS (Unpar Radio Station)
menurut saya lebih rapih dalam hal organisasinya, kemudian yang kedua
adalah radio-radio yang ada di Universitas Padjadjaran (Unpad). Menurut saya,
Unpad adalah universitas yang punya banyak banget radio kampusnya. Artinya, ada
banyak pilihan bagi mahasiswa Unpad. Berbeda dengan di ITB. Karena di sini
radionya cuma ada dua, jadi para mahasiswanya cenderung membanding-bandingkan
antar 8EH dengan Radio Kampus ITB.
Terganggu dengan adanya radio
kampus lain di ITB (Radio Kampus ITB)?
Tidak sih, karena ya kami dengan Radio Kampus ITB sama-sama menjalankan
kegiatannya masing-masing saja.
Hubungan antara 8EH dengan Radio Kampus ITB?
Sebenarnya fine-fine saja. Kadang orang-orang (mahasiswa) nya sendiri saja
yang terlalu membesar-besarkan. Malah menurut saya, dengan adanya dua radio di ITB
(8EH dan Radio Kampus ITB) ibaratnyaada dua warung di kampus ini.
Lalu, apa sih perbedaan 8EH dengan Radio Kampus ITB?
Satu hal yang mencolok adalah segi
sejarahnya. Kalau dari segi siarannya, 8EH
ini lebih aktif dalam menyiarkan isu-isu kampus. Bahkan kami juga
seringkali keluar dari kampus, seperti apa yang kami lakukan di program Go Community dan Jamgasm. Dari segi musik, kami fokus pada musik sidestream (indie) yang jarang terekspos ke media.
Kenapa harus musik tersebut yang
jadi fokus utama 8EH?
Karena musik yang sudah populer dan
biasa kita dengar sudah banyak diputar di radio lain. Selain itu, konsep 8EH
yang mengangkat edutainment menjadi
alasannya. Kami ingin memberi pengetahuan baru pula dari segi musik.
Adakah pengaruh dari vakumnya 8EH
terhadap 8EH saat ini?
Angkatan ’60-‘80an di 8EH terkenal dengan ketegasan,
loyalitas, dan profesional. Sayangnya, ketiga hal itu tidak berhasil diwariskan
kepada angkatan setelah vakum (2000-sekarang) karena mungkin jarak antar
sebelum dan sesudah vakum yang sangat lama sampai dua dekade.
Menurut Anda, masih relevan dan
efektif kah radio kampus sebagai corong pergerakan mahasiswa seperti yang
8EH lakukan dulu?
Relevan, karena sebagai salah satu
media kampus, sudah seharusnya radio kampus itu tidak apatis terhadap isu-isu
pemberitaan. Efektif? Belum tentu, karena saat ini sudah banyak sekali media
selain radio.
Kini kebanyakan radio kampus
memfokuskan sebagai media hiburan. Menurut Anda, itu disebabkan mahasiswa
sekarang apatis terhadap isu?
Bisa jadi, mahasiswa sekarang
enggan lagi peduli untuk mengkritisi isu-isu. Apabila diperhatikan, tidak cuma
dilihat dari radio kampus saja yang seperti itu. Dari pandangan saya, mahasiswa
sekarang kuliah ya kuliah saja, hanya mementingkan kesukaan pribadinya.
Terakhir, menurut Anda bagaimana
menciptakan radio kampus yang baik dan ideal?
Sebagai salah satu media kampus
tentunya radio kampus harus aktif terhadap isu-isu yang terjadi di lingkungan
kampus. Walaupun begitu, tetap harus update
dengan isu-isu yang ada di luar kampus. Intinya, radio kampus harus peka
terhadap semua isu yang ada.
***
SILMI SABILA | Tempat dan
tanggal lahir: Bogor, 6 Desember 1994 | Pendidikan: SMAN 1 Depok (2010-2013), S-1 Desain Interior Institut
Teknologi Bandung (2013-sekarang) | Karier:
Chief Music Director 8EH Radio ITB (2015-2016),
Anggota Departemen Informasi Ikatan Mahasiswa Desain Interior ITB (2015-2016), General Manager 8EH Radio ITB (2016-2017),
Reporter Stereosnap ID (2016-sekarang)
Terima kasih telah membaca. Kalau kamu suka, jangan lupa share ya!
0 komentar: